Jiwa-jiwa Yang Terlupakan
Aku
selalu mengingat-ingat saat-saat yang paling menyedihkan dalam hidup. Tidak ada
yang bisa kulakukan selain menambah kesedihan di dalam hati ini. Aku jadi
teringat akan Greta yang rasanya baru beberapa menit yang lalu berdiri di
depanku dengan senyumannya yang bagaikan malaikat itu, namun sekarang semuanya
terasa hampa. Senyuman Greta yang kurindukan begitu dingin sekarang.
Sepulang
sekolah waktu itu, hujan turun dengan lebatnya. Dan aku melihatnya, Greta,
gadis yang selama ini selalu menghantui pikiranku dengan senyum malaikatnya,
sedang berteduh di salah satu ruko. Kudatangi dia dengan payung yang kubawa,
dan ketika jarak kami telah dekat, senyum malaikat itu tergantikan dengan
senyum sedingin es. Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa perubahannya bisa
secepat ini. Tapi sekarang aku tahu, Greta telah meninggal. Tepat dua minggu
setelah kami saling berkenalan dan menjadi teman akrab.
Sehelai
surat tiba begitu saja di kamarku malam itu. Hal yang mengejutkanku tentang
surat itu adalah nama Greta yang tertulis sebagai pengirimnya. Apa ini? Apakah
hanya sebuah lelucon saja? Greta telah tiada, gadis yang bahkan belum sempat
kuberitahu betapa aku sangat menyanyanginya, sekarang mengirimiku sepucuk
surat. Dengan rasa penasaran yang tinggi, kubuka amplop itu dan kubaca isinya:
Abraham sayang,
Ini mungkin tidak
pantas kuutarakan padamu, tetapi aku butuh bantuanmu. Tolonglah aku, tidak,
maksudku kami, jiwa-jiwa yang hilang, tersesat di belantara kegelapan dunia.
Buatlah sebuah hari dimana kami akan diingat. Kami adalah jiwa-jiwa yang
terlupakan.
Salam, Greta
Aku
tertegun membaca surat itu. Tubuhku berubah kaku bagaikan patung. Tidak mungkin
ini adalah surat dari Greta. Dia sudah meninggal, dia tidak mungkin menulis
surat ini. Pasti ada orang iseng yang menulisnya! Aku meremuk surat itu dan
membuangnya ke tong sampah. Merasa kesal, aku mencoba berbaring di kasurku,
tidak menghiraukan pekerjaan rumah yang menumpuk. Tetapi kenapa isi surat itu
terngiang-ngiang terus di kepalaku? Entah kenapa sebagian hatiku mempercayai bahwa
surat itu memang dari Greta. Dulu, ketika dia masih hidup, aku telah berjanji
kepadanya bahwa aku akan selalu menolongnya, tapi sekarang, dengan datangnya
surat misterius ini, aku membayangkan Greta memanggil namaku dari dalam kubur.
***
Bagaimanakah
caranya menolong jiwa-jiwa yang hilang itu? Aku teringat surat Greta mengenai
jiwa-jiwa hilang yang terlupakan. Buatlah hari dimana mereka semua akan selalu
diingat. Itu mustahil sekali. Namun janjiku kepada Greta tetap harus kutepati
walau dia sudah mati dan berbeda alam denganku. Haruskah kuminta tolong kepada
paranormal? Kupandangi mega yang menghiasi langit biru pagi ini, mengharapkan
ada sesuatu yang dapat memberikanku petunjuk. Tetapi aku tahu bahwa tidak akan
ada petunjuk untukku satu pun.
Tiba-tiba
langit biru yang sedari tadi kupandangi berubah menjadi mendung. Rintik-rintik
hujan mulai membasahi bumi dengan begitu cepat, tidak memperdulikan orang-orang
yang berlari mencari perlindungan dari guyuran hujan. Langit begitu cerah tadi,
tetapi sekarang, hujan lebat, aku jadi teringat akan Greta. Pertemuan pertama
kami juga terjadi di saat hujan lebat seperti ini.
“Apakah
kau merindukanku Bram?” sebuah suara yang familiar di telingaku tiba-tiba
hadir. Kutoleh kepalaku memandangi kesekeliling kamar, namun tidak kutemukan
siapa-siapa. “Apakah kau sudah menerima suratku?” Ya Tuhan, itu suara Greta!
“Gret?
Apakah itu kau?” tanyaku antara takut dan penasaran.
“Oh,
tentu saja Bram. Aku ada di sini, tetapi kau tidak bisa melihatku. Apakah kau
membantuku Bram? Membantuku dan teman-temanku di sini mencari jalan pulang?
Kami sangat takut berada di kegelapan tidak berujung ini! Tolonglah aku Bram!”
suara Greta terdengar menggema. Aku tahu secara tidak sadar bahwa aku sedang
berkomunikasi dengan arwah Greta, tetapi aku ingin melihat wajahnya!
“Aku
tidak tahu bagaimana harus menolongmu, Gret. Percayalah aku akan menepati
janji, aku akan membantumu. Tetapi, aku hanyalah manusia biasa dan aku tidak
mempunyai kekuatan untuk menolongmu!” setelah mengatakan itu aku bisa mendengar
suara sedu tangis yang memilukan.
“Tidak
bisakah kau mengusahakannya? Aku telah memberimu petunjuk di surat itu. Kenapa
kami tidak diingat? Karena kami adalah jiwa-jiwa tersesat yang terlupakan! Aku
mohon, kau sudah berjanji!” Suara Greta semakin mengecil dan sampai akhirnya
tidak terdengar lagi. Suara sedu tangis itu pun menghilang bersamanya.
Aku
terduduk di tepi ranjang, merasa bersalah dalam segala hal. Greta terlihat
sangat menderita, bisa kurasakan penderitaan itu melalui alunan suaranya, dan isak
tangis tadi, rasanya banyak sekali yang menangis di kamarku. Jiwa-jiwa yang
tersesat, yang terlupakan. Hujan lebat tadi tiba-tiba berhenti, begitu pula
dengan awan mendung yang menutupi langit biru. Hari kembali cerah, secerah
sebelum roh Greta mendatangiku.
***
“Kurasa
kau sedang berkhayal,” ujar temanku, Andi, pada suatu hari di sekolah. Dia
masih saja tidak percaya walau aku sudah memberikannya surat dari Greta yang
misterius itu. Tetapi yang dia lakukan hanya menggeleng dan aku yakin dia
menertawakanku dalam hati karena percaya begitu saja kepada surat itu. “Ada
banyak orang iseng di luar sana. Lagian kenapa sih kau terlalu memikirkan gadis
itu? Kalian kan baru saja berteman selama dua minggu.”
“Kau
tidak tahu saja. Dua minggu sudah cukup bagiku untuk merasa bahwa aku sudah
mengenal Greta hampir seumur hidupku. Senyuman malaikatnya itu..., itu adalah
hal yang sangat susah untuk dilupakan. Tapi sekarangnya sudah berubah, dia
sudah meninggal dunia.” Aku menundukkan kepalaku kemudian menoleh ke arah kaca
jendela hanya untuk menyaksikan anak-anak lain bermain basket.
“Ya,
terserah kau sajalah. Yang jelas, semua ini sama sekali tidak masuk akal!”
***
Kutemukan
sesuatu yang berbeda setelah aku menerima surat dari Greta seminggu yang lalu.
Aku merasakan ada sesuatu yang membuntutiku, sesuatu yang tak tampak. Setelah
seminggu kutelantarkan surat dari Greta, aku berniat untuk membacanya sekali
lagi dan kusadari sudah ada yang berbeda di surat itu. Semua tulisan yang ada
di dalam kertas itu telah menghilang menyisakan lembar putih kosong.
Apa
yang terjadi? Apa mungkin huruf-huruf itu telah jatuh dan bertebaran dibawa
angin? Tidak, tidak mungkin. Kuambil amplop pembungkus surat ini, namun yang
kutemukan bernasib sama dengan surat itu. Tidak ada sama sekali nama pengirimnya,
tidak seperti ketika pertama kali aku membaca nama Greta tertulis di atasnya.
Sekarang aku benar-benar merasa bahwa aku tidak pernah menerima surat dari
Greta.
Mungkin
yang dikatakan oleh Andi benar, semuanya memang tidak masuk akal. Mungkin seminggu
ini aku hanya berhalusinasi, berhalusinasi buruk tentang Greta. Kalau memang
benar, betapa melegakannya hal ini. tidak ada yang namanya surat dari orang
yang telah meninggal, tidak ada jiwa-jiwa tersesat yang meminta sebuah hari
untuk mengingat mereka, itu semua hanya halusinasiku!
Namun
ternyata halusinasiku harus kembali kukikis habis dua hari berikutnya. Sesuatu
yang selama ini mengikutiku, mulai menampakkan wujudnya. Ternyata yang selama
ini mengikutiku adalah Greta. Aku tidak tahu bagaimana aku harus menjelaskan
semua ini, tetapi aku dapat melihat wujud Greta lagi. Memang banyak yang
berubah darinya, dan yang paling membuatku kecewa adalah senyuman malaikatnya
telah tergantikan dengan senyuman sedingin es di kutub. “Nampaknya kau
melanggar janjimu untuk kali ini, Bram,” ujarnya dingin. “Kau tidak mau
membantu kami.” Sekarang suaranya berubah menjadi sendu.
Jadi
akhirnya kami kembali lagi ke pokok permasalahan awal? Janji itu, entah kenapa
sekarang begitu menyebalkan bagiku. Kenapa aku harus berjanji seperti itu
kepadanya? Dan pemikiran seperti itu langsung tertepis oleh perasaan yang telah
lama kupendam. Aku memang harus menepati janji itu.
Greta
menghilang bagai ditelan angin. Sepertinya dia kecewa sekali denganku. Kuambil
lagi surat dari Greta yang huruf-hurufnya telah hilang itu. Oke, sekarang aku
benar-benar takut. Surat itu sekarang sudah ditulis lagi, tapi dengan isi yang
lain dari seminggu lebih yang lalu.
Abraham sayang,
Aku tahu bahwa kau
tidak mendapatkan cara sama sekali untuk membantu kami, para jiwa yang hilang,
para jiwa yang terlupakan. Namun, aku tahu kau akan menepati janjimu padaku.
Buatlah orang-orang kembali mengingat kami, Abraham. Hari dimana kau berhasil
mengingatkan mereka akan kami, itulah dimana hari dimana kami akan diingat.
Salam, Greta
Begitukah
semua artinya ini? Greta, kau dan semua jiwa-jiwa yang hilang, tidak, kalian
semua salah. Kalian merasa tidak ada lagi yang mengingat kalian, di masa hidup
kalian, kalian adalah orang-orang yang terabaikan. Orang-orang yang merasa
selalu dilupakan, terbuang dalam dunia kegelapan yang kalian ciptakan sendiri.
Begitulah kesanku pada saat pertama kali bertemu Greta ketika kami berteduh di
salah satu atap ruko karena hujan yang mengguyur lebat. Dia adalah seorang
gadis pemurung, tidak terlalu banyak bicara, tetapi sebenarnya dia mempunyai
hati yang lembut dan senyum yang menawan.
Dia
merasa selalu menjadi yang tersisihkan di keluarganya. Keluarganya berantakan,
ayahnya menikah lagi, ibunya menjadi putus asa berat dan akhirnya jadi gila,
kakak-kakaknya lain, tidak peduli padanya yang merupakan anak bungsu di
keluarga. Dari Gretalah aku tahu bagaimana rasanya menjalani hidup tanpa ada
satu orangpun yang mendukung dari belakang, bagaimana rasanya menjadi orang
yang selalu ditinggalkan, dan bagaimana rasanya terjebak dalam kegelapan yang
tak berujung...
Sekarang,
setelah dia meninggal, dia bergabung dengan semua jiwa-jiwa hilang yang
terlupakan. Jiwa-jiwa yang merasa mereka akan terus bergetanyangan mencari apa
yang selama ini mereka cari dalam kegelapan, baik ketika mereka masih hidup
ataupun ketika mereka sudah mati, sesuatu itu, berupa seseorang, hanya satu
orang saja yang mereka harapkan untuk mengingat mereka dan melekatkan nama
mereka di lubuk hati orang itu. Seseorang yang dapat mereka percayai dan selalu
mereka dapat andalkan.
Greta,
aku sudah menemukan bagaimana cara untuk menolongmu. Ku ambil secarik kertas
dan pena. Kutulis sebuah surat yang secara khusus kutujukan untuk Greta dan
juga teman-temannya di alam sana. Aku tidak tahu apakah dia akan membacanya
atau tidak, setidaknya inilah satu-satunya cara yang kuharap bisa membantu
kalian.
Dear Greta,
Kau tahu bahwa kau dan
semua jiwa-jiwa hilang yang terlupakan, tidak akan benar-benar terlupakan. Itu
semua hanya perasaan kalian saja, perasaan kalian yang menuntun kalian masih
berkeliling di dalam kegelapan, padahal sebenarnya itu tidak perlu. Kalian
sudah menemukan apa yang kalian cari.
Percayalah, tidak ada
orang yang benar-benar melupakan kalian walau kalian sudah tiada. Jauh di lubuk
hati mereka, nama kalian masih tetap berbekas, tidak akan terlupa, hanya saja
kalian yang tidak bisa melihat hal itu.
Greta, aku akan selalu
menepati janjiku padamu. Namun, sampai saat ini pun aku tidak sanggup untuk
mengatakan perasaanku kepadamu. Kau sudah berada di alam yang lain, dan kuharap
kau mengerti maksudku walau aku tidak menjelaskannya secara terperinci.
Salam, Abraham
Kumasukkan
suratku itu ke dalam sebuah amplop dan kutulis namaku sebagai pengirimnya.
Greta, ini untukmu, dari seseorang yang selalu mengingatmu dan menyanyangimu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar