Rabu, 05 September 2012

Cerpen : Jiwa-jiwa Yang Terlupakan


Jiwa-jiwa Yang Terlupakan

Aku selalu mengingat-ingat saat-saat yang paling menyedihkan dalam hidup. Tidak ada yang bisa kulakukan selain menambah kesedihan di dalam hati ini. Aku jadi teringat akan Greta yang rasanya baru beberapa menit yang lalu berdiri di depanku dengan senyumannya yang bagaikan malaikat itu, namun sekarang semuanya terasa hampa. Senyuman Greta yang kurindukan begitu dingin sekarang.
Sepulang sekolah waktu itu, hujan turun dengan lebatnya. Dan aku melihatnya, Greta, gadis yang selama ini selalu menghantui pikiranku dengan senyum malaikatnya, sedang berteduh di salah satu ruko. Kudatangi dia dengan payung yang kubawa, dan ketika jarak kami telah dekat, senyum malaikat itu tergantikan dengan senyum sedingin es. Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa perubahannya bisa secepat ini. Tapi sekarang aku tahu, Greta telah meninggal. Tepat dua minggu setelah kami saling berkenalan dan menjadi teman akrab.
Sehelai surat tiba begitu saja di kamarku malam itu. Hal yang mengejutkanku tentang surat itu adalah nama Greta yang tertulis sebagai pengirimnya. Apa ini? Apakah hanya sebuah lelucon saja? Greta telah tiada, gadis yang bahkan belum sempat kuberitahu betapa aku sangat menyanyanginya, sekarang mengirimiku sepucuk surat. Dengan rasa penasaran yang tinggi, kubuka amplop itu dan kubaca isinya:
Abraham sayang,
Ini mungkin tidak pantas kuutarakan padamu, tetapi aku butuh bantuanmu. Tolonglah aku, tidak, maksudku kami, jiwa-jiwa yang hilang, tersesat di belantara kegelapan dunia. Buatlah sebuah hari dimana kami akan diingat. Kami adalah jiwa-jiwa yang terlupakan.
Salam, Greta
Aku tertegun membaca surat itu. Tubuhku berubah kaku bagaikan patung. Tidak mungkin ini adalah surat dari Greta. Dia sudah meninggal, dia tidak mungkin menulis surat ini. Pasti ada orang iseng yang menulisnya! Aku meremuk surat itu dan membuangnya ke tong sampah. Merasa kesal, aku mencoba berbaring di kasurku, tidak menghiraukan pekerjaan rumah yang menumpuk. Tetapi kenapa isi surat itu terngiang-ngiang terus di kepalaku? Entah kenapa sebagian hatiku mempercayai bahwa surat itu memang dari Greta. Dulu, ketika dia masih hidup, aku telah berjanji kepadanya bahwa aku akan selalu menolongnya, tapi sekarang, dengan datangnya surat misterius ini, aku membayangkan Greta memanggil namaku dari dalam kubur.
***
Bagaimanakah caranya menolong jiwa-jiwa yang hilang itu? Aku teringat surat Greta mengenai jiwa-jiwa hilang yang terlupakan. Buatlah hari dimana mereka semua akan selalu diingat. Itu mustahil sekali. Namun janjiku kepada Greta tetap harus kutepati walau dia sudah mati dan berbeda alam denganku. Haruskah kuminta tolong kepada paranormal? Kupandangi mega yang menghiasi langit biru pagi ini, mengharapkan ada sesuatu yang dapat memberikanku petunjuk. Tetapi aku tahu bahwa tidak akan ada petunjuk untukku satu pun.
Tiba-tiba langit biru yang sedari tadi kupandangi berubah menjadi mendung. Rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi dengan begitu cepat, tidak memperdulikan orang-orang yang berlari mencari perlindungan dari guyuran hujan. Langit begitu cerah tadi, tetapi sekarang, hujan lebat, aku jadi teringat akan Greta. Pertemuan pertama kami juga terjadi di saat hujan lebat seperti ini.
“Apakah kau merindukanku Bram?” sebuah suara yang familiar di telingaku tiba-tiba hadir. Kutoleh kepalaku memandangi kesekeliling kamar, namun tidak kutemukan siapa-siapa. “Apakah kau sudah menerima suratku?” Ya Tuhan, itu suara Greta!
“Gret? Apakah itu kau?” tanyaku antara takut dan penasaran.
“Oh, tentu saja Bram. Aku ada di sini, tetapi kau tidak bisa melihatku. Apakah kau membantuku Bram? Membantuku dan teman-temanku di sini mencari jalan pulang? Kami sangat takut berada di kegelapan tidak berujung ini! Tolonglah aku Bram!” suara Greta terdengar menggema. Aku tahu secara tidak sadar bahwa aku sedang berkomunikasi dengan arwah Greta, tetapi aku ingin melihat wajahnya!
“Aku tidak tahu bagaimana harus menolongmu, Gret. Percayalah aku akan menepati janji, aku akan membantumu. Tetapi, aku hanyalah manusia biasa dan aku tidak mempunyai kekuatan untuk menolongmu!” setelah mengatakan itu aku bisa mendengar suara sedu tangis yang memilukan.
“Tidak bisakah kau mengusahakannya? Aku telah memberimu petunjuk di surat itu. Kenapa kami tidak diingat? Karena kami adalah jiwa-jiwa tersesat yang terlupakan! Aku mohon, kau sudah berjanji!” Suara Greta semakin mengecil dan sampai akhirnya tidak terdengar lagi. Suara sedu tangis itu pun menghilang bersamanya.
Aku terduduk di tepi ranjang, merasa bersalah dalam segala hal. Greta terlihat sangat menderita, bisa kurasakan penderitaan itu melalui alunan suaranya, dan isak tangis tadi, rasanya banyak sekali yang menangis di kamarku. Jiwa-jiwa yang tersesat, yang terlupakan. Hujan lebat tadi tiba-tiba berhenti, begitu pula dengan awan mendung yang menutupi langit biru. Hari kembali cerah, secerah sebelum roh Greta mendatangiku.
***
“Kurasa kau sedang berkhayal,” ujar temanku, Andi, pada suatu hari di sekolah. Dia masih saja tidak percaya walau aku sudah memberikannya surat dari Greta yang misterius itu. Tetapi yang dia lakukan hanya menggeleng dan aku yakin dia menertawakanku dalam hati karena percaya begitu saja kepada surat itu. “Ada banyak orang iseng di luar sana. Lagian kenapa sih kau terlalu memikirkan gadis itu? Kalian kan baru saja berteman selama dua minggu.”
“Kau tidak tahu saja. Dua minggu sudah cukup bagiku untuk merasa bahwa aku sudah mengenal Greta hampir seumur hidupku. Senyuman malaikatnya itu..., itu adalah hal yang sangat susah untuk dilupakan. Tapi sekarangnya sudah berubah, dia sudah meninggal dunia.” Aku menundukkan kepalaku kemudian menoleh ke arah kaca jendela hanya untuk menyaksikan anak-anak lain bermain basket.
“Ya, terserah kau sajalah. Yang jelas, semua ini sama sekali tidak masuk akal!”
***
Kutemukan sesuatu yang berbeda setelah aku menerima surat dari Greta seminggu yang lalu. Aku merasakan ada sesuatu yang membuntutiku, sesuatu yang tak tampak. Setelah seminggu kutelantarkan surat dari Greta, aku berniat untuk membacanya sekali lagi dan kusadari sudah ada yang berbeda di surat itu. Semua tulisan yang ada di dalam kertas itu telah menghilang menyisakan lembar putih kosong.
Apa yang terjadi? Apa mungkin huruf-huruf itu telah jatuh dan bertebaran dibawa angin? Tidak, tidak mungkin. Kuambil amplop pembungkus surat ini, namun yang kutemukan bernasib sama dengan surat itu. Tidak ada sama sekali nama pengirimnya, tidak seperti ketika pertama kali aku membaca nama Greta tertulis di atasnya. Sekarang aku benar-benar merasa bahwa aku tidak pernah menerima surat dari Greta.
Mungkin yang dikatakan oleh Andi benar, semuanya memang tidak masuk akal. Mungkin seminggu ini aku hanya berhalusinasi, berhalusinasi buruk tentang Greta. Kalau memang benar, betapa melegakannya hal ini. tidak ada yang namanya surat dari orang yang telah meninggal, tidak ada jiwa-jiwa tersesat yang meminta sebuah hari untuk mengingat mereka, itu semua hanya halusinasiku!
Namun ternyata halusinasiku harus kembali kukikis habis dua hari berikutnya. Sesuatu yang selama ini mengikutiku, mulai menampakkan wujudnya. Ternyata yang selama ini mengikutiku adalah Greta. Aku tidak tahu bagaimana aku harus menjelaskan semua ini, tetapi aku dapat melihat wujud Greta lagi. Memang banyak yang berubah darinya, dan yang paling membuatku kecewa adalah senyuman malaikatnya telah tergantikan dengan senyuman sedingin es di kutub. “Nampaknya kau melanggar janjimu untuk kali ini, Bram,” ujarnya dingin. “Kau tidak mau membantu kami.” Sekarang suaranya berubah menjadi sendu.
Jadi akhirnya kami kembali lagi ke pokok permasalahan awal? Janji itu, entah kenapa sekarang begitu menyebalkan bagiku. Kenapa aku harus berjanji seperti itu kepadanya? Dan pemikiran seperti itu langsung tertepis oleh perasaan yang telah lama kupendam. Aku memang harus menepati janji itu.
Greta menghilang bagai ditelan angin. Sepertinya dia kecewa sekali denganku. Kuambil lagi surat dari Greta yang huruf-hurufnya telah hilang itu. Oke, sekarang aku benar-benar takut. Surat itu sekarang sudah ditulis lagi, tapi dengan isi yang lain dari seminggu lebih yang lalu.
Abraham sayang,
Aku tahu bahwa kau tidak mendapatkan cara sama sekali untuk membantu kami, para jiwa yang hilang, para jiwa yang terlupakan. Namun, aku tahu kau akan menepati janjimu padaku. Buatlah orang-orang kembali mengingat kami, Abraham. Hari dimana kau berhasil mengingatkan mereka akan kami, itulah dimana hari dimana kami akan diingat.
Salam, Greta
Begitukah semua artinya ini? Greta, kau dan semua jiwa-jiwa yang hilang, tidak, kalian semua salah. Kalian merasa tidak ada lagi yang mengingat kalian, di masa hidup kalian, kalian adalah orang-orang yang terabaikan. Orang-orang yang merasa selalu dilupakan, terbuang dalam dunia kegelapan yang kalian ciptakan sendiri. Begitulah kesanku pada saat pertama kali bertemu Greta ketika kami berteduh di salah satu atap ruko karena hujan yang mengguyur lebat. Dia adalah seorang gadis pemurung, tidak terlalu banyak bicara, tetapi sebenarnya dia mempunyai hati yang lembut dan senyum yang menawan.
Dia merasa selalu menjadi yang tersisihkan di keluarganya. Keluarganya berantakan, ayahnya menikah lagi, ibunya menjadi putus asa berat dan akhirnya jadi gila, kakak-kakaknya lain, tidak peduli padanya yang merupakan anak bungsu di keluarga. Dari Gretalah aku tahu bagaimana rasanya menjalani hidup tanpa ada satu orangpun yang mendukung dari belakang, bagaimana rasanya menjadi orang yang selalu ditinggalkan, dan bagaimana rasanya terjebak dalam kegelapan yang tak berujung...
Sekarang, setelah dia meninggal, dia bergabung dengan semua jiwa-jiwa hilang yang terlupakan. Jiwa-jiwa yang merasa mereka akan terus bergetanyangan mencari apa yang selama ini mereka cari dalam kegelapan, baik ketika mereka masih hidup ataupun ketika mereka sudah mati, sesuatu itu, berupa seseorang, hanya satu orang saja yang mereka harapkan untuk mengingat mereka dan melekatkan nama mereka di lubuk hati orang itu. Seseorang yang dapat mereka percayai dan selalu mereka dapat andalkan.
Greta, aku sudah menemukan bagaimana cara untuk menolongmu. Ku ambil secarik kertas dan pena. Kutulis sebuah surat yang secara khusus kutujukan untuk Greta dan juga teman-temannya di alam sana. Aku tidak tahu apakah dia akan membacanya atau tidak, setidaknya inilah satu-satunya cara yang kuharap bisa membantu kalian.
Dear Greta,
Kau tahu bahwa kau dan semua jiwa-jiwa hilang yang terlupakan, tidak akan benar-benar terlupakan. Itu semua hanya perasaan kalian saja, perasaan kalian yang menuntun kalian masih berkeliling di dalam kegelapan, padahal sebenarnya itu tidak perlu. Kalian sudah menemukan apa yang kalian cari.
Percayalah, tidak ada orang yang benar-benar melupakan kalian walau kalian sudah tiada. Jauh di lubuk hati mereka, nama kalian masih tetap berbekas, tidak akan terlupa, hanya saja kalian yang tidak bisa melihat hal itu.
Greta, aku akan selalu menepati janjiku padamu. Namun, sampai saat ini pun aku tidak sanggup untuk mengatakan perasaanku kepadamu. Kau sudah berada di alam yang lain, dan kuharap kau mengerti maksudku walau aku tidak menjelaskannya secara terperinci.
Salam, Abraham
Kumasukkan suratku itu ke dalam sebuah amplop dan kutulis namaku sebagai pengirimnya. Greta, ini untukmu, dari seseorang yang selalu mengingatmu dan menyanyangimu.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar