Bab 2
May 21, 2005
Pagi harinya, Sir Law
membangunkan Matthew yang terlambat bangun. Seharusnya jam segini mereka sudah
bersiap-siap untuk pergi ke pasar membeli baju obralan, tetapi karena Matthew
bangun jam sembilan kurang sepuluh menit, mereka terpaksa membatalkan acara mereka.
Sir Law mengatakan bahwa dia akan membeli baju di pasar yang agak jauh dari
rumah mereka dan dia juga mengatakan bahwa Matthew yang akan menjaga rumah
selama dia pergi. Tentu saja Matthew dengan senang hati menerima tugas itu.
Inilah saatnya dia bisa menjelajah rumah kuno ini! Mungkin ada baiknya dia
memanggil Lucas.
Setelah selesai sarapan dengan
roti lapis selai kacang, dia memanggil Lucas di sepanjang lorong lantai dua.
Lucas datang secara tiba-tiba dan menjengkal kaki Matthew, sehingga anak itu terjatuh.
Lucas tertawa sedangkan Matthew mendengus kesal. “Lain kali buatlah dirimu
lebih berguna daripada sekedar menjahili anak lain!” ujar Matthew kesal. Ingin
rasanya meninju muka Lucas, jikalau seandainya dia dapat terlihat.
“Maafkan aku Matthew. Kau tahu
sendiri sudah berapa aku tidak punya teman sebaya di rumah tua ini!” ujar Lucas
mencoba membela diri. Matthew mendengus mendengarnya.
“Setidaknya kau bisa sedikit
bersikap baik pada teman barumu ini!” seru Matthew dan dia dapat merasakan
bahwa Lucas sedang berusaha menahan tawa. “Apanya yang lucu?” katanya asal
saja.
“Memangnya siapa yang ketawa?”
tanya Lucas dengan nada bingung yang dibuat-buat.
Matthew mendengus untuk
kesakian kalinya. Mungkin seterusnya dengan Lucas dia akan banyak mendengus.
“Nah, mari kita periksa kamar-kamar rahasia itu!” ujarnya semangat.
“Kau yakin? Kenapa sih kau
begitu penasaran?”
“Karena aku memang penasaran,
itu saja,” jawab Matthew yang kemudian berjalan menyusuri lantai dua. Lucas
mengikutinya dari belakang dan mereka berjalan dalam diam.
Setiap ada ruangan, Matthew
selalu memeriksanya dengan teliti seakan-akan dia adalah seorang detektif yang
sedang memeriksa tempat kejadian perkara. Lucas tidak banyak bicara walau
Matthew sudah mengajaknya bicara. Dan menurut Matthew ini aneh, karena Lucas
banyak bicara sebelumnya. Sejauh ini Matthew menyimpulkan bahwa ada kira-kira
sepuluh ruangan di lantai dua. Lima ruangan tidur, dua kamar mandi, satu
ruangan bermain, satu ruangan kerja, dan satu perpustakaan. Matthew memang
bukan tipe anak yang suka membaca, tetapi perpustakaan itu benar-benar
menggelitik rasa ingin tahunya.
Terkunci. Matthew mengeluh
kecewa. Dimana kunci pintu perpustakaan ini? Ada baiknya menanyakan hal itu
kepada Lucas. Tapi Lucas tampak aneh karena dia tidak bersuara sedari tadi.
Jangan-jangan dia sudah pergi. Matthew memanggil-manggil Lucas dan berharap
anak tidak kelihatan itu menjawab, tetapi yang bisa dia dengar hanya suaranya
sendiri. “Nampaknya, dia memang sudah pergi, atau dia sengaja mengabaikanku,”
keluh Matthew kepada dirinya sendiri. Akhirnya dia memutuskan untuk mencari
kunci perpustakaan itu sendiri saja.
Ada banyak lemari yang
memajang barang-barang antik di sepanjang koridor lantai dua. Setidaknya ada
lima lemari lengkap dengan barang-barang peninggalan jaman dulu, yang Matthew
tidak bisa memastikan umur dari barang-barang tersebut. Dengan seksama dia
memeriksa semua lemari dan guci-guci antik sembari berharap dia menemukan kunci
perpustakaan. Matthew bahkan sampai mencari ke lantai satu, dapur, dan ke taman
belakang. Semuanya nihil, kunci itu tidak ada di mana-mana.
Sambil menggerutu jengkel,
Matthew kembali ke atas, ke arah perpustakaan yang tadi ditinggalkannya. Dan
betapa terkejutnya Matthew melihat pintu perpustakaan yang telah terbuka dengan
sendirinya! Siapa yang membukanya? Ini akan terus jadi pertanyaan di benak anak
itu sampai dia menemukan jawabannya nanti. “Mungkin Lucas,” gumamnya dan
setengah berlari memasuki perpustakaan.
Setiap perpustakaan pasti
menyimpan buku-buku di rak-rak yang berdebu dan kotor. Setidaknya itulah
pendapat Matthew ketika melihat isi perpustakaan ini untuk pertama kali. Dan
buku-buku itu seakan-akan dibuat ratusan tahun yang lalu! Ruangan ini pengap,
tidak berjendela serta tidak ada pendingin ruangan. Matthew jadi menyesal masuk
ke sini, tetapi sebuah suara mengejutkannya.
“Hei, ngapain kau disini!?”
bentak seorang anak sebayanya yang berambut pirang. Dia memakai kaus lengan
panjang berwarna biru pudar dan celana jins yang berwarna sama. Anak pirang itu
menatap Matthew dengan wajah garang.
Matthew tidak tahu harus
berkata apa. Kenapa anak ini ada di sini? Apa ini juga salah satu anak asuhan
Sir Law? Tapi kenapa dia tidak pernah menceritakannya kepada Matthew? Dan
pertanyaan paling mendasar, siapa sih dia? “Aku...,” Matthew menelan ludah
ketika dilihatnya anak-anak lain yang juga sebaya dengannya tiba-tiba muncul
dari rak-rak buku yang menjulang tinggi di hadapannya. Mereka semua menatap
Matthew dengan tatapan penasaran.
“Siapa namamu!?” anak berambut
pirang membentak lagi. Masih memasang wajah garang yang sama.
“Aku Matthew,” jawab Matthew
merasa shock dengan apa yang dilihatnya. Apa yang mereka semua lakukan di dalam
perpustakaan?
“Oh, Matthew anak baru yang
dibawa lelaki tua itu ya?” si anak pirang mengangkat sebelah alisnya. Wajah
garangnya sudah tidak ada lagi.
Matthew mengangguk. “Darimana
kau tahu akan hal itu?”
Dia menyeringai jahil. “Kau
juga teman si Lucas si anak tidak kelihatan itu ya?”
Sekali lagi Matthew
mengangguk. “Kau kenal Lucas?”
“Siapa yang tidak kenal dia di
sini? Dia satu-satunya anak yang berani keluar dari perpustakaan!”
“Apa maksudnya itu?” tanya
Matthew yang semakin penasaran. Dalam hatinya dia mulai tertarik dengan
segerombolan anak yang tinggal di perpustakaan ini.
“Dia bergabung dengan kami
tahun 1920. Well, memang dia adalah
anggota kami yang paling senior, tetapi dia melanggar peraturan perpustakaan.
Dia sudah bosan membaca, dan dia merasa cukup berani dan melanggar peraturan
paling dasar itu. Sekarang dia sudah terima hukumannya!” anak pirang dan yang
lainnya tertawa mengejek yang tentu saja mereka tujukan kepada Lucas, walau
yang bersangkutan entah dimana sekarang. Entah kenapa hal ini membuat Matthew
tersinggung.
“Lalu, sebagai hukumannya dia
akan menjadi anak yang tidak kelihatan selamanya?” tanya Matthew sambil melipat
kedua tangannya di depan dada.
“Tentu, asalkan dia membawa
satu anak ke sini sebagai gantinya. Dan itu berarti dia mengorbankan kau!” si
anak pirang menunjuk Matthew dengan senyuman lebar. “Sekarang kau adalah bagian
dari kami!”
Pintu perpustakaan tertutup
dan Matthew bisa mendengar suara kunci yang diputar. Dia terjebak di sini! Matthew
tidak tahu apakah ini hanya mimpi atau kenyataan, tapi yang jelas sekarang,
bagaimana caranya dia bisa keluar dari sini. Dia tidak mungkin tinggal di sini
selamanya bersama anak-anak aneh ini.
“Kau tidak akan bisa keluar
dari sini, anak bodoh!” seru si pirang sembari menunjuk Matthew. “Kau sudah
menjadi salah satu dari kami, dan kau pergi Dia akan membiarkanmu kabur begitu
saja!?”
“Memangnya siapa yang mau tinggal bersama kalian?” Matthew berkata dengan
suara parau. Dia tidak akan menangis di sini, tidak di depan anak-anak aneh
ini. “Sir Law pasti akan segera datang dan dia pasti menyadari aku menghilang
dan akan mencariku!”
Si anak pirang tersenyum sinis. “Itu tidak mungkin. Malah sangat tidak
mungkin. Kau pikir kami semua di sini adalah anak-anak terlantar yang tidak
punya siapa-siapa? Kami juga bernasib sama sepertimu. Orang tuamu, saudaramu,
atau siapapun yang kenal denganmu, memang akan menyadari kau menghilang, tetapi
mereka tidak akan pernah menemukanmu, walau mereka sudah mencari ke segala
penjuru rumah, termasuk perpustakaan ini, karena mereka tidak bisa melihat kita.
Kita sekarang berada di dunia yang berbeda dari mereka. Kau akan dinyatakan
hilang secara misterius untuk selama-lamanya. Sama seperti kami semua di sini.”
Hal ini menghantam Matthew dengan begitu telaknya dan dia merasa akan
pingsan saat itu juga. Dan ternyata dia memang benar-benar pingsan.
TBC...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar