Senin, 10 September 2012

Cerbung : The Library Bab 2


Bab 2


May 21, 2005
Pagi harinya, Sir Law membangunkan Matthew yang terlambat bangun. Seharusnya jam segini mereka sudah bersiap-siap untuk pergi ke pasar membeli baju obralan, tetapi karena Matthew bangun jam sembilan kurang sepuluh menit, mereka terpaksa membatalkan acara mereka. Sir Law mengatakan bahwa dia akan membeli baju di pasar yang agak jauh dari rumah mereka dan dia juga mengatakan bahwa Matthew yang akan menjaga rumah selama dia pergi. Tentu saja Matthew dengan senang hati menerima tugas itu. Inilah saatnya dia bisa menjelajah rumah kuno ini! Mungkin ada baiknya dia memanggil Lucas.
Setelah selesai sarapan dengan roti lapis selai kacang, dia memanggil Lucas di sepanjang lorong lantai dua. Lucas datang secara tiba-tiba dan menjengkal kaki Matthew, sehingga anak itu terjatuh. Lucas tertawa sedangkan Matthew mendengus kesal. “Lain kali buatlah dirimu lebih berguna daripada sekedar menjahili anak lain!” ujar Matthew kesal. Ingin rasanya meninju muka Lucas, jikalau seandainya dia dapat terlihat.
“Maafkan aku Matthew. Kau tahu sendiri sudah berapa aku tidak punya teman sebaya di rumah tua ini!” ujar Lucas mencoba membela diri. Matthew mendengus mendengarnya.
“Setidaknya kau bisa sedikit bersikap baik pada teman barumu ini!” seru Matthew dan dia dapat merasakan bahwa Lucas sedang berusaha menahan tawa. “Apanya yang lucu?” katanya asal saja.
“Memangnya siapa yang ketawa?” tanya Lucas dengan nada bingung yang dibuat-buat.
Matthew mendengus untuk kesakian kalinya. Mungkin seterusnya dengan Lucas dia akan banyak mendengus. “Nah, mari kita periksa kamar-kamar rahasia itu!” ujarnya semangat.
“Kau yakin? Kenapa sih kau begitu penasaran?”
“Karena aku memang penasaran, itu saja,” jawab Matthew yang kemudian berjalan menyusuri lantai dua. Lucas mengikutinya dari belakang dan mereka berjalan dalam diam.
Setiap ada ruangan, Matthew selalu memeriksanya dengan teliti seakan-akan dia adalah seorang detektif yang sedang memeriksa tempat kejadian perkara. Lucas tidak banyak bicara walau Matthew sudah mengajaknya bicara. Dan menurut Matthew ini aneh, karena Lucas banyak bicara sebelumnya. Sejauh ini Matthew menyimpulkan bahwa ada kira-kira sepuluh ruangan di lantai dua. Lima ruangan tidur, dua kamar mandi, satu ruangan bermain, satu ruangan kerja, dan satu perpustakaan. Matthew memang bukan tipe anak yang suka membaca, tetapi perpustakaan itu benar-benar menggelitik rasa ingin tahunya.
Terkunci. Matthew mengeluh kecewa. Dimana kunci pintu perpustakaan ini? Ada baiknya menanyakan hal itu kepada Lucas. Tapi Lucas tampak aneh karena dia tidak bersuara sedari tadi. Jangan-jangan dia sudah pergi. Matthew memanggil-manggil Lucas dan berharap anak tidak kelihatan itu menjawab, tetapi yang bisa dia dengar hanya suaranya sendiri. “Nampaknya, dia memang sudah pergi, atau dia sengaja mengabaikanku,” keluh Matthew kepada dirinya sendiri. Akhirnya dia memutuskan untuk mencari kunci perpustakaan itu sendiri saja.
Ada banyak lemari yang memajang barang-barang antik di sepanjang koridor lantai dua. Setidaknya ada lima lemari lengkap dengan barang-barang peninggalan jaman dulu, yang Matthew tidak bisa memastikan umur dari barang-barang tersebut. Dengan seksama dia memeriksa semua lemari dan guci-guci antik sembari berharap dia menemukan kunci perpustakaan. Matthew bahkan sampai mencari ke lantai satu, dapur, dan ke taman belakang. Semuanya nihil, kunci itu tidak ada di mana-mana.
Sambil menggerutu jengkel, Matthew kembali ke atas, ke arah perpustakaan yang tadi ditinggalkannya. Dan betapa terkejutnya Matthew melihat pintu perpustakaan yang telah terbuka dengan sendirinya! Siapa yang membukanya? Ini akan terus jadi pertanyaan di benak anak itu sampai dia menemukan jawabannya nanti. “Mungkin Lucas,” gumamnya dan setengah berlari memasuki perpustakaan.
Setiap perpustakaan pasti menyimpan buku-buku di rak-rak yang berdebu dan kotor. Setidaknya itulah pendapat Matthew ketika melihat isi perpustakaan ini untuk pertama kali. Dan buku-buku itu seakan-akan dibuat ratusan tahun yang lalu! Ruangan ini pengap, tidak berjendela serta tidak ada pendingin ruangan. Matthew jadi menyesal masuk ke sini, tetapi sebuah suara mengejutkannya.
“Hei, ngapain kau disini!?” bentak seorang anak sebayanya yang berambut pirang. Dia memakai kaus lengan panjang berwarna biru pudar dan celana jins yang berwarna sama. Anak pirang itu menatap Matthew dengan wajah garang.
Matthew tidak tahu harus berkata apa. Kenapa anak ini ada di sini? Apa ini juga salah satu anak asuhan Sir Law? Tapi kenapa dia tidak pernah menceritakannya kepada Matthew? Dan pertanyaan paling mendasar, siapa sih dia? “Aku...,” Matthew menelan ludah ketika dilihatnya anak-anak lain yang juga sebaya dengannya tiba-tiba muncul dari rak-rak buku yang menjulang tinggi di hadapannya. Mereka semua menatap Matthew dengan tatapan penasaran.
“Siapa namamu!?” anak berambut pirang membentak lagi. Masih memasang wajah garang yang sama.
“Aku Matthew,” jawab Matthew merasa shock dengan apa yang dilihatnya. Apa yang mereka semua lakukan di dalam perpustakaan?
“Oh, Matthew anak baru yang dibawa lelaki tua itu ya?” si anak pirang mengangkat sebelah alisnya. Wajah garangnya sudah tidak ada lagi.
Matthew mengangguk. “Darimana kau tahu akan hal itu?”
Dia menyeringai jahil. “Kau juga teman si Lucas si anak tidak kelihatan itu ya?”
Sekali lagi Matthew mengangguk. “Kau kenal Lucas?”
“Siapa yang tidak kenal dia di sini? Dia satu-satunya anak yang berani keluar dari perpustakaan!”
“Apa maksudnya itu?” tanya Matthew yang semakin penasaran. Dalam hatinya dia mulai tertarik dengan segerombolan anak yang tinggal di perpustakaan ini.
“Dia bergabung dengan kami tahun 1920. Well, memang dia adalah anggota kami yang paling senior, tetapi dia melanggar peraturan perpustakaan. Dia sudah bosan membaca, dan dia merasa cukup berani dan melanggar peraturan paling dasar itu. Sekarang dia sudah terima hukumannya!” anak pirang dan yang lainnya tertawa mengejek yang tentu saja mereka tujukan kepada Lucas, walau yang bersangkutan entah dimana sekarang. Entah kenapa hal ini membuat Matthew tersinggung.
“Lalu, sebagai hukumannya dia akan menjadi anak yang tidak kelihatan selamanya?” tanya Matthew sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
“Tentu, asalkan dia membawa satu anak ke sini sebagai gantinya. Dan itu berarti dia mengorbankan kau!” si anak pirang menunjuk Matthew dengan senyuman lebar. “Sekarang kau adalah bagian dari kami!”
Pintu perpustakaan tertutup dan Matthew bisa mendengar suara kunci yang diputar. Dia terjebak di sini! Matthew tidak tahu apakah ini hanya mimpi atau kenyataan, tapi yang jelas sekarang, bagaimana caranya dia bisa keluar dari sini. Dia tidak mungkin tinggal di sini selamanya bersama anak-anak aneh ini.
“Kau tidak akan bisa keluar dari sini, anak bodoh!” seru si pirang sembari menunjuk Matthew. “Kau sudah menjadi salah satu dari kami, dan kau pergi Dia akan membiarkanmu kabur begitu saja!?”
“Memangnya siapa yang mau tinggal bersama kalian?” Matthew berkata dengan suara parau. Dia tidak akan menangis di sini, tidak di depan anak-anak aneh ini. “Sir Law pasti akan segera datang dan dia pasti menyadari aku menghilang dan akan mencariku!”
Si anak pirang tersenyum sinis. “Itu tidak mungkin. Malah sangat tidak mungkin. Kau pikir kami semua di sini adalah anak-anak terlantar yang tidak punya siapa-siapa? Kami juga bernasib sama sepertimu. Orang tuamu, saudaramu, atau siapapun yang kenal denganmu, memang akan menyadari kau menghilang, tetapi mereka tidak akan pernah menemukanmu, walau mereka sudah mencari ke segala penjuru rumah, termasuk perpustakaan ini, karena mereka tidak bisa melihat kita. Kita sekarang berada di dunia yang berbeda dari mereka. Kau akan dinyatakan hilang secara misterius untuk selama-lamanya. Sama seperti kami semua di sini.”
Hal ini menghantam Matthew dengan begitu telaknya dan dia merasa akan pingsan saat itu juga. Dan ternyata dia memang benar-benar pingsan. 
TBC...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar